Musim ini daun meninggalkan tangkai yang menjulang tinggi.
Satu per satu layu, kering, dan akhirnya jatuh menjadi sampah atau terbang
terbawa angin. Setelah itu, yang tersisa hanya akar yang menyimpan sedikit
cadangan air dan batang pohon yang mulai mengering. Sebagian mati dan sebagian
bertahan untuk menunggu musim hujan datang. Gugurnya daun dari tangkai adalah
bukti bahwa segala hal tidak selamanya berada di genggaman. Mereka pergi untuk
di ganti dengan yang baru atau memang waktunya untuk mati.
Begitupun apa yang aku rasakan. Hari ini aku merasakan
segala harapan gugur perlahan. Semua doa baik berubah menjadi kenyataan yang
pahit. Pelan-pelan aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak bisa memaksakan
apa yang jadi kehendakku. Sekuat aku bertahan agar daun tetap di tangkai namun
apabila hujan tidak turun musim ini, maka ia harus pergi agar aku tetap hidup.
Tidak ada.
Aku tidak memiliki lagi harapan atau doa baik. Musim ini aku
kembali berjuang untuk mempertahankan keberlangsungan hidupku. Aku hanya
menggunakan air yang tersimpan di akar sedikit mungkin hanya untuk bertahan
hidup. Rasanya seperti mengingat kembali hangatnya pelukmu yang pernah ada,
tatap mata yang membuatku nyaman, dan kecupan mesra yang mengalirkan darah
dalam tubuhku secara deras. Mungkin perasaan dan kenangan ini tidak akan
bertahan lama. Rasanya sudah sangat lama air hujan membasahi tanah. Aku hampir
lupa kapan terakhir kali kamu membelai lembut rambutku. Hangat pelukmu pudar
tergantikan dengan dingin karena angin bertiup kencang. Aku rapuh tanpamu.
Musim hujan sebentar lagi harusnya hadir. Belum ada tanda dirimu akan kembali
musim ini. Apakah sudah saatnya aku harus mati menyusul segala harapan dan doa
baik yang lebih dulu pergi?
Menyedihkan saat harus menyaksikan harapan, doa, dan
kenangan baik sirna oleh teriknya panas amarah.
Komentar
Posting Komentar